Kamis, 26 November 2009

Teori Organisasi terhadap Perubahan dan Pengembangan Organisasi


Perubahan merupakan hal bagaimana dapat berubah, dari situasi saat ini ke situasi yang diinginkan. Perubahan pada umumnya mencakup faktor sosial, politik-yuridis, ekonomi dan teknologi serta lingkungan, secara khusus, aneka macam perubahan terjadi disekeliling kehidupan, diantaranya yang terkait dengan dunia bisnis adalah:

a.
makin meluasnya pasar-pasar

b.
umur produk semakin singkat

c.
orientasi pasar semakin meningkat

d.
fungsi staf versus fungsi garise.

e.
otomatisasi pekerjaan

f.
berubahnya nilai-nilai sosial manusia

Para pengelola organisasi ditantang untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan, karena perubahan bersifat mendadak (krisis) dan lebih sering dilakukan, misal kegiatan merger, akusisi, pengambilalihan secara paksa, deregulasi, teknologi baru, sentralisasi dan desentralisasi.

Dalam ilmu manajemen maupun dalam praktek bisnis, kata change merupakan kata yang luar biasa dan dianggap merupakan sesuatu yang paling abadi didunia ini. Kadang kita tidak menyukai change karena dapat menghancurkan sesuatu yang sudah bertahun-tahun berjalan dengan normal.

Ada beberapa karakteristik change yang diuraikan sebagai berikut, Kasali (2005):

a.
Change begitu misterius, tidak mudah dipegang. Bahkan yang sudah dipegang pun bisa pergi ketempat lain dan dapat memukul balik seakan tidak kenal budi. Soekarno, Soeharto, dan Abdulrrahman Wahid berkuasa karena change, tapi juga diturunkan karena change.

b.
Change memerlukan change maker. Rata-rata pemimpin yang menciptakan perubahan tidak bekerja sendiri, tetapi ia punya keberanian luar biasa.

c.
Tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan. Sebagian besar orang malah hanya melihat memakai mata persepsi. Hanya mampu melihat realitas, tanpa kemampuan melihat masa depan.

d.
Perubahan terjadi setiap saat, karena itu perubahan harus diciptakan setiap saat pula, bukan sekali-sekali. Setiap satu perubahan kecil dilakukan seseorang maka akan terjadi pula perubahan-perubahan lainnya.

e.
Ada sisi keras dan sisi lembut dari perubahan.Sisi keras termasuk uang dan teknologi, sedangkan sisi lembut menyangkut manusia dan organisasi.

f.
Perubahan membutuhkan waktu, biaya, dan kekuatan. Untuk berhasil mengatasi perubahan diperlukan kematangan berpikir, kepribadian yang teguh, konsep yang jelas dan sistematis, dilakukan secara bertahap, dan dukungan yang luas.

g.
Dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi (budaya korporat).

h.
Perubahan banyak diwarnai oleh mitos-mitos. Seperti pasien yang sakit, perubahan berarti menelan pil pahit, atau bahkan amputasi yang artinya perlu pengormaban.

i.
Perubahan menimbulkan ekspektasi, dan karenanya ekpektasi dapat menimbulkan getaran-getaran emosi dan harapan-harapan yang bisa menimbulkan kekecewaan.


MANAJEMEN PERUBAHAN


Dimensi Perubahan


Untuk melakukan perubahan dalam organisasi, perlu dilakukan dalam bentuk proses yang berurutan sebagai berikut: penelitian pasar internal dan ekternal untuk perubahan; antisipasi perlawanan; mengembangkan visi yang terbagi; mobilisasi kesempatan; menyiapkan sebuah rencana perubahan; memperkuat perubahan.
Demikian juga perubahan terhadap keorganisasian dapat dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut:

o
Perubahan terus menerus (Preventive maintenance atau Kaizen). Perubahan ini berisiko kecil, kurang intensif dan umum dilakukan.

o
Adaptasi. Perubahan ini bersifat inkremental, baik pada masalah eksternal dan tekanan yang dihadapi organisasi.

o
Reorientasi. Perubahan ini bersifat antisipatoris (investasi) dan dengan ruang lingkup strategi (fokus)

o
Rekreasi. Perubahan ini bersifat intensif dan penuh risiko
Perubahan organisasi disebabkan faktor internal dan eksternal, maka dalam perubahannya diperlukan agen perubahan (orang/pihak tertentu yang membawa perspektif orang luar terhadap situasi perubahan organisasi yang bersangkutan), baik tim perubahan internal (orang dekat) dan eksternal (orang luar), maupun kombinasinya. Dalam melakukan perubahan juga seringkali ditemui penolakan dalam bentuk terbuka, implisit, langsung dan tertahan, baik oleh perorangan (persepsi, kepribadian dan kebutuhan) dan organisasi.

Penolakan perorangan terhadap perubahan dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut:

a.
Kebiasaan (Habit). Manusia merupakan makhluk yang terikat oleh kebiasaan, maka dalam menghadapi kompleksitas (termasuk perubahan) akan mengandalkan pada kebiasaan atau reaksi terprogram.

b.
Kapasitas (Security). Manusia memiliki kebutuhan tinggi akan kepastian cenderung menolak terjadinya perubahan, karena dapat mengancam perasaan keamanannya.

c.
Faktor-faktor Ekonomi. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menyebabkan penghasilan menyusut, karena tidak mampu melaksanakan tugas-tugas baru atau rutin yang dikaitkan dengan produktivitas yang dihasilkan.

d.
Perasaan-perasaan Takut terhadap Hal-hal yang Tidak Dikenal. Perubaha-perubahan yang terjadi menyebabkan terjadinya substitusi ambiguitas dan ketidakpastian.

e.
Pemrosesan Informasi secara Selektif. Orang membentuk dunianya melalui persepsinya sehingga secara selektif memproses informasi-informasi, dengan mengabaikan informasi yang menantang dunia yang telah diciptakannya.

Penolakan organisasi terhadap perubahan dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Inersia struktural. Organisasi memiliki mekanisme built-in untuk menghasilkan stabilitas, misal proses seleksi SDM, pelatihan dan teknik-teknik sosialisasi lainnya memperkuat syarat-syarat dan keterampilan peranan spesifik, beserta formalisasi kegiatan.

2.
Fokus perubahan terbatas. Organisasi terdiri dari sejumlah subsistem yang bebas, maka perubahan terbatas pada subsistem-subsistem cenderung dihilangkan pengaruhnya oleh sistem yang lebih besar.

3.
Inersia kelompok. Perorangan ingin mengubah perilakunya tetapi norma-norma kelompok dapat menjadi kendala. Seorang anggota kelompok serikat pekerja, mungkin bersedia menerima perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh pihak manajemen, tetapi apabila serikat sekerja tersebut menetapkan untuk menolak setiap perubahan unilateral dari pihak manajemen, maka pekerja bersangkutan akan mengikuti penolakan demikian.

4.
Ancaman bagi kepakaran. Perubahan-perubahan pada pola keorganisasi dapat mengancam kepakaran kelompok-kelompok khusus.

5.
Ancaman bagi hubungan-hubungan kekuasaan yang telah mapan. Setiap tindakan redistribusi otoritas pengambilan keputusan dapat menyebabkan terancamnya hubungan-hubungan kekuasan yang mapan.

6.
Ancaman bagi alokasi sumber daya yang sudah mapan. Kelompok-kelompok pada sesuatu organisasi yang mengendalikan sumber-sumber daya dalam jumlah besar, seringkali menganggap perubahan sebagai ancaman.

Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, dilakukan langkah berikut:
o
Pendidikan dan komunikasi untuk memahami logika suatu perubahan dan informasi sesuai fakta.

o
Partisipasi yang memberikan sumbangan pemikiran.

o
Fasilitas dan bantuan berupa konseling, terapi, pelatihan keterampilan baru dan libur singkat.

o
Negosiasi melalui paket imbalan khusus bagi pihak-pihak yang memiliki posisi tawar.

o
Manipulasi (mempengaruhi secara terbuka) dan kooptasi (unsur partisipasi) untuk mendapatkan dukungan dengan memberikan peranan dalam pengambilan keputusan.

o
Paksaan, terutama bagi yang tidak bersedia kompromi.


Perubahan keorganisasian secara umum atas tipologi generik perubahan


Tipologi bersifat generik, karena berhubungan dengan segala macam perubahan, termasuk perubahan-perubahan administratif dan teknologi. Perubahan adaptif, paling rendah kompleksitas, biaya dan ketidakpastiannya.

Perubahan-perubahan inovatif, kurang lebih berada pada pertengahan kontinum kompleksitas, biaya dan ketidakpastian. Pada ujung ekstrim kontinum kompleksitas, biaya dan ketidakpastian terdapat atas yang dinamakan perubahan-perubahan inovatif radikal.

Perubahan yang direncanakan adalah aktivitas-aktivitas perubahan yang bersifat internasional dan berorientasi pada tujuan. Tujuan dari perubahan yang direncanakan adalah:

a.
Memperbaiki kemampuan organisasi yang ada dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya,

b.
Mengubah perilaku para karyawan .

Supaya organisasi dapat bertahan, maka perlu bereaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya. Sewaktu pihak pesaing mengintroduksi produk-produk baru atau pelayanan baru, badan-badan pemerintah menetapkan peraturan-peraturan baru, sumber-sumber daya suplai tertentu dan tidak aktif lagi, maka organisasi yang ada perlu menyesuaikan diri dengannya. Contoh perubahan yang direncanakan adalah

a.
Diintroduksinya tim-tim kerja.

b.
Pengambilan keputusan yang didesentralisasi.

c.
Kultur-kultur keorganisasian baru.

Perubahan yang direncanakan berkaitan dengan upaya mengubah perilaku para individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi, serta agen perubahan (para katalis) yang bertanggungjawab untuk mengelola kegiatan-kegiatan perubahan di dalam sebuah organisasi. Adapun proses perubahan berencana akan memudahkan peninjauan dan identifikasi kontinu mengenai masalah-masalah yang perlu diperhatikan, sebagai bagian integral dari kebudayaan organisasi dari suatu penanganan manajerial.


Penanganan Perubahan


Tingkat perubahan yang diperlukan sesuatu organisasi bertahan untuk lingkungan yang berubah dapat berbeda, tergantung pada tipe organisasi bersangkutan. Daripada secara terus-menerus melakukan perubahan-perubahan tambahan yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sempurna, maka organisasi pada waktu-waktu tertentu dapat membuat perubahan-perubahan struktural atau teknologis sekaligus untuk bertahan untuk jangka panjang dengan lingkungannya.

Dalam rangka menangani perubahan, diperlukan tiga hal yang bekerja secara simultan, yakni pembangunan visi bersama, pola kerja dan alternatif solusi. Alternatif solusi dapat dibedakan menjadi dua, model umum dan model spesifik. Terdapat beberapa model spesifik sebagai berikut:

o
Model Medikal (The Medical Model)Model ini paling mendasar diantara model-model yang ada dan menempat-kan agen perubahan sebagai penasihat, dimana organisasi meminta bantuan untuk menjelaskan masalah-masalah yang sedang dihadapi organisasi tersebut, lalu mendiagnosis penyebab masalah tersebut dan kemudian diminta advisnya tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi. Organisasi tetap memiliki tanggungjawab untuk menerima atau menolak rekomendasi-rekomendasi agen perubahan tersebut.

o
Model Dokter-Pasien (The Doctor-Patient Model)Model ini menempatkan organisasi bersangkutan dalam posisi “seorang pasien” yang diduga ada hal yang tidak “beres”, dimana agen perubahan (dokter) mendiagnosis dan menetapkan solusi. Tetapi mengingat hubungan baik, organisasi tersebut biasanya akan menerima dan melaksanakan rekomendasi-rekomendasi sang agen perubahan. Agen perubahan tersebut terlibat dalam kegiatan-kegiatan diagnosis dan identifikasi problem, yang dilakukan bersama (gabungan) dengan organisasi yang ada. MAkin terlibat organisasi tersebut dalam proses yang disebut, makin besar kemungkinan bahwa pihak manajemen akan menerima pemecahan yang direkomendasi

o
Model Enginering (The Engineering Model)Model ini digunakan, apabila organisasi bersangkutan telah melaksanakan pekerjaan diagnostik dan telah memutuskan suatu solusi khusus atau meminta bantuan sang agen perubahan untuk menggariskan tindakan-tindakan pemecahan.

o
Model Proses (The Process Model)Model ini melibatkan kerjasama aktual antara sang agen perubahan dengan organisasi bersangkutan, yang mana memungkinkan pihak manajemen melihat dan memahami masalah keorganisasian.

Perubahan di dalam organisasi dapat mengikuti tiga macam langkah berikut:

a.
Mencairkan (unfreezing) keadaan status quo (sebuah keadaan seimbang)

b.
Gerakan (movement) ke keadaan baru

c.
Membekukan kembali (refreezing) perubahan baru untuk menyebabkan menjadi permanent
Sebagai ilustrasi, perubahan yang akan dibuat ditentukan oleh kemampuan mobilisasi komitmen, modifikasi sistem, memantau kemajuan, mengakhiri perubahan dan kemampuan kepemimpinan. Hal tersebut dapat diterjemahkan sebagai tantangan dari kemampuan menyeleksi daerah pengembangan bisnis (dari mana, dimana dan kemana bergerak) sesuai dengan prinsip kekuatan bisnis yang didukung oleh daya tarik pasar produk.


TEORI PERUBAHAN KORPORAT


Teori Force-Field, Kurt Lewin (1951)


Kurt Lewin (1951) dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara ksusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perunbahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok.

Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving force) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving force dan melemahkan resistences to change.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu :Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah.

a.
Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving force maupun memperlemah resistences.

b.
Refreesing, membawa kembali organisasi kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).


Teori Motivasi, Berckhard dan Harris (1987)


Berckhard dan Harris (1987) merumuskan teori-teori motivasi untuk berubah. Mereka menyimpulkan perubahan akan terjadi kalau ada sejumlah syarat, yaitu:

a.
Manfaat-biaya. Manfaat yang diperoleh lebih besar dari pada biaya perubahan.

b.
Ketidakpuasan. Adanya ketidak puasan yang menonjol terhadap keadaan sekarang.

c.
Persepsi Hari Esok. Manusia dalam suatu organisasi melihat hari esok yang dipersepsikan lebih baik.

d.
Cara yang praktis. Ada cara praktis yang dapat ditempuh untuk keluar dari situasi sekarang.Jika dirumuskan secara matematikansederhana menjadi persamaan sebagai berikut :

A B C > D

Keterangan :
A=Ketidakpuasan; B=Persepsi Hari Esok; C=Ada cara yang praktis; D=Biaya untuk melakukan perubahan.


Teori Proses Perubahan Manajerial, Beer et al.
(1990)

Teorinya dikembangkan dalam managerial school of thought. Melalui studinya ia menemukan pentingnya melibatkan sedemikian banyak orang dalam perubahan. Dalam managerial school of thought, peneliti juga menggunakan body of knowledge dari ilmu-ilmu lain, khususnya psikologi dan sosiologi, sehingga teori ini mengadopsi pula pentingnya upaya-upaya mengurang stres dalam perubahan dan desain pekerjaan yang lebih memuaskan.

Menurut teori ini, untuk menghasilkan perubahan secara manajerial perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

o
Memobilisasi energi para stakeholders untuk mendukung perubahan, dengan melibatkan mereka dalam menganalisis dan mendiagnosis masalah-masalah yang menghambat daya saing organisasi.

o
Mengembangkan visi serta strategi untuk mengelola dan menghasilkan daya saing yang positif

o
Mengupayakan konsensus terhadap visi baru sehingga visi tersebut diterima sebagai kebenaran dan dikerjakan tanpa pertentangan.

o
Memperluas revitalisasi pada seluruh departemen dalam organisasi.

o
Mengkonsolidasi perubahan melalui kebijakan-kebijakan strategi yang diformulasikan, struktur, sistem, dan sebaginya.

o
Memantau terus kegiatan ini.


Teori Contingency, Tannenbaum dan Schmidt (1973)


Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat ditentukan oleh gaya (style) yang diadopsi oleh manajemen. Teori ini berpendapat tingkat keberhasilan pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perusahaan. Gaya kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari sangat otokratik hingga partisipatif.

Vroom dan Jago (1988) mengatakan bahwa tingkat keberhasilan masing-masing gaya kepemimpinan tersebut berkaitan erat dengan sejumlah contingencies, yaitu:

a.
Seberapa penting komitmen karyawan dibutuhkan dalam pengambilan keputusan?

b.
Apakah karyawan mau terlibat dalam tujuan perubahan?

c.
Apakah manajer memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan yang baik?

d.
Apakah karyawan cukup mempunyai kompetensi untuk mengambil keputusan?

e.
Jika manajer-manajer mengambil keputusan, apakah karyawan mau menurutinya?

f.
Berapa banyak waktu yang tersedia untuk mengambil keputusan?


Teori Kerja Sama, Williams et al. (2002)


Perubahan biasanya tidak berjalan tanpa adanya kerja sama dari semua pihak. Teori kerja sama menjelaskan mengapa manusia mau bekerja sama dan bagaimana memperoleh kerja sama. Ada beberapa penjelasannya mengapa manusia mau melakukan kerja sama:

o
Motivasi memperoleh rewards atau kuatir akan mendapatkan punishment

o
Motivasi kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan atau perisahaan

o
Motivasi moral, karena dengan bekerja sama dapat diterima secara moral

o
Motivasi menjalankan keahlian.

o
Motivasi karena sesuai dengan sikap hidup.

o
Motivasi kepatuhan terhadap kekuasaan.


Teori Mengatasi Resistensi Dalam Perubahan, Kotter & Schlesinger (1979)

Keduanya memperkenalkan enam segi strategi untuk mengatasi resistensi itu, yaitu: komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi, dan paksaan. Menurut teori ini, teknik yang berbeda-beda, tergantung pada tingkat resistensi masing-masing kelompok.

sumber : Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar